Indahnya
Persahabatan
Apa jadinya jika ada seseorang memiliki
nama yang sama dengan orang lain? Nama yang sama persis. Begitulah yang dialami
oleh Gita dan Githa. Nama mereka sama persis. Yang membedakan nama mereka
hanyalah sebuah huruf, yaitu H. Nama lengkap mereka juga sama persis. Nama
lengkap Gita adalah Aninda Sagita Putri, sedangkan nama lengkap Githa adalah
Aninda Sagitha Putri. Entah bagaimana, orangtua mereka bisa memberikan nama
yang begitu persis. Karena kesamaan inilah, banyak orang yang mengira mereka
kembar, hanya dengan mendengar nama mereka. Nama mereka memang sama persis.
Namun, banyak hal yang membedakan mereka. Sifat, kedudukan, keluarga, bahkan
prestasi mereka berbeda.
Gita adalah gadis yang baik hati, bijaksana, rajin, dan ceria. Ia sangat peduli
dengan orang serta lingkungan di sekelilingnya. Gita lahir ditengah keluarga
yang kaya raya. Papanya bernama Krisna Wijaya, yang merupakan pengusaha
terkenal dan merupakan salah satu pemilik saham terbesar di New York, Amerika
Serikat. Mamanya bernama Lisa Fitriana, yang merupakan psikolog sekaligus
penulis terkenal di Indonesia. Karena keluarga Gita yang kaya raya, ia pun
mendapatkan pendidikan yang terbaik. Sejak kecil, ia dimasukkan ke berbagai
lembaga kursus yang berstandar internasional. Karena itulah, ia selalu menjadi
murid paling pintar di sekolahnya.
Sementara itu, sifat Githa berbanding terbalik dengan Gita. Githa sedikit
tomboy, agak ceroboh, cuek, namun selalu ceria dalam kondisi apapun. Sama
dengan Gita, Githa juga lahir ditengah keluarga berada. Ayahnya bernama Ahmad
Zainal, yang merupakan dokter bedah terkenal di Indonesia. Bundanya bernama
Aulia Karina, merupakan seorang dosen di salah satu universitas terkenal di Indonesia.
Prestasi Githa tidak sebaik Gita. Prestasi akademiknya biasa saja, tetapi ia
selalu masuk 3 besar di kelas. Githa lebih menonjol di bidang non-akademik,
seperti pidato, melukis, menyanyi, dan menari.
Perbedaan mereka memang cukup banyak, tetapi kesamaan mereka juga tak kalah
banyaknya. Selain nama yang sama, sekolah, kelas, gaya rambut, tinggi badan,
berat badan, bahkan idola mereka sama. Karena memiliki banyak persamaan, Gita
dan Githa menjadi dekat sejak pertama kali mereka bertemu.
^-^
Saat ini dikelas VIII A sedang berlangsung pelajaran sejarah. Mungkin karena
materi dan guru yang membosankan, hampir seluruh siswa dikelas ini mengantuk
dan nyaris terpejam. Tak terkecuali Gita dan Githa yang duduk sebangku. Mata
Gita sudah sangat berat, namun ia berusaha untuk tetap sadar dan mendengarkan
penjelasan Miss Ani di depan sana. Berbeda dengan Gita, Githa sudah terlelap
sejak 30 menit yang lalu. Buku paket sejarah miliknya terbuka di hadapannya
untuk menutupinya yang sedang tertidur.
“Jadi, James Watt berhasil membuat mesin uap pada tahun…”
Kriinggg…..!!!!!!
Bel istirahat baru saja berbunyi. Miss Ani langsung mengakhiri pelajarannya
lalu berjalan meninggalkan kelas. Bersamaan dengan itu, Gita langsung memejamkan
matanya dan mulai terlelap seperti Githa dan seluruh teman sekelasnya.
15 menit kemudian, Gita merasa ada yang membangunkannya.
“Gita! Bangun, Git! Ke kantin yuk..??” gumam sebuah suara.
Gita langsung terbangun lalu mengangkat wajahnya. Ia mencari sumber suara,
ternyata Githa. Githa sudah terbangun, meskipun wajahnya terlihat masih
mengantuk.
“Hah? Ayo.” Balas Gita.
Mereka berdua pun berjalan bersama menuju kantin dengan langkah lunglai.
Sesampainya di kantin, Gita dan Githa langsung menuju wastafel yang berada
dipojok kantin lalu mulai mencuci wajah mereka. Setelah merasa segar, barulah
mereka memesan makanan di kasir. Setelah selesai, mereka duduk di salah satu
tempat yang kosong untuk menikmati makan siang mereka.
“Barusan ada PR, nggak?” Tanya Githa.
“Ada. Miss. Ani menyuruh kita meringkas sejarah Marcopolo dan Archimedes. 1
kelompok isinya 2 orang. Minimal 5 lembar. Dikumpulkan minggu depan.” Jawab
Gita.
“Apa? 5 lembar? Banyak banget..” ujar Githa lalu meminum jus jambu miliknya.
“Banyak? Kamu gimana sih? Bukannya teks pidato kamu saat grand final
minggu depan, lebih banyak dari makalah kita ini? Teks pidato kamu itu 8
lembar, dan kamu membuat itu semua SENDIRIAN!” balas Gita.
Githa hanya tertawa mendengar ucapan Gita. Benar juga, teks pidato miliknya
lebih panjang daripada makalah sejarah mereka. Bahkan, ia harus menghafalkan
teks pidato itu.
“Iya, I know. Git, kamu udah download episode terbaru Naruto?
Kemarin sudah dirilis lho..” ujar Githa.
“Oh ya? Kamu serius? Aku belum sempat. Kamu sudah lihat?” Tanya Gita.
“Sudah. Ceritanya keren banget. Jadi…..”
Selama sisa istirahat itu, mereka menggunakannya untuk bercerita tentang Naruto
dan beberapa anime lainnya. Maklum, mereka adalah penggemar berat anime.
Terutama Naruto, AKB0048, Death Note, dan Detective Conan.
^-^
Hari ini kelas VIII A menerima kabar yang sangat membahagiakan. Miss Alya, wali
kelas mereka, baru saja menyampaikan bahwa hari ini Mr Aji tidak bisa mengisi
pelajaran olahraga karena istrinya sedang melahirkan. Kebetulan, istri Mr Aji
adalah Mrs Nia, guru Bahasa Inggris yang seharusnya mengajar di kelas VIII A
setelah pelajaran olahraga. Miss Ita, guru IPA yang mengajar setelah pelajaran
Mrs Nia, juga tidak bisa hadir karena sakit. Miss Silvi dan Mr Dimas juga tidak
bisa hadir karena ada pelatihan guru Matematika di Singapura. Alhasil, hari ini
kelas VIII A tidak ada pelajaran apapun.
Untuk mengisi waktu luang, Gita dan Githa menonton episode terbaru Naruto di
laptop Githa. Teman-teman mereka yang lain juga melakukan aktivitas
masing-masing. Ditengah aktivitas Gita dan Githa, tiba-tiba datanglah 2 orang
teman mereka. Tara dan Rika.
“Heh, anak kembar!” panggil Tara.
Gita dan Githa tidak menjawab panggilan Tara. Mereka masih asik menonton
Naruto.
“Heh, jawab dong!” panggil Rika kesal.
Merasa tak dihiraukan, Tara langsung menutup laptop Githa. Gita dan Githa
langsung memandang mereka dengan ekspresi marah.
“Kamu apa-apaan sih?! Nggak sopan banget!” seru Githa.
“Kalian yang nggak sopan. Padahal kami sudah memanggil kalian sejak tadi. Tapi
kalian nggak jawab!” balas Tara.
“Oh ya? Maaf, kami tadi nggak dengar. Memangnya ada apa?” Tanya Gita ramah,
meskipun hatinya masih kesal.
“Kami Cuma mau bilang, bulan depan ada lomba speech di SMA Harapan Jaya.
Kami mau menantang kalian!” jawab Rika.
Gita dan Githa berpandangan. Menantang?
“Maksud kamu, kalian berdua juga mau ikut lomba itu? Dan bertanding dengan
kami?” Tanya Githa.
“Iya. Kami sudah bosan melihat kalian selalu menjadi pemenang. Kami benci
kalian!” teriak Tara.
Gita dan Githa tertegun. Mereka tidak menyangka, bahwa ternyata Tara dan Rika
membenci mereka. Padahal saat kelas VII dulu, mereka adalah teman baik.
“Kami tidak peduli apa jawaban kalian. Karena aku sudah mendaftarkan nama
kalian. Jadi, sampai berjumpa bulan depan. Pasti kalian akan kalah!!” seru Rika
lalu berlari keluar kelas bersama Tara.
^-^
Hari demi hari berlalu. Tanpa terasa, hari ini kalender sudah menunjukkan
tanggal 18 Oktober. Itu artinya, hari ini adalah pertandingan antara Gita, Githa,
Rika, dan Tara. Pukul 7 pagi, Gita dan Githa sudah sampai di SMA Harapan Jaya.
Mereka berangkat bersama menggunakan mobil Githa. Mama Lisa dan Bunda Aulia
ikut untuk mendampingi Gita dan Githa. Mereka mengambil nomor peserta dan
naskah pidato di bagian administrasi. Ternyata, disana sudah ada Tara dan Rika.
Mereka bersama Kak Ajeng, kakak Tara yang bersekolah di SMA Harapan Jaya.
“Halo, Githa! Halo, Gita!” sapa Kak Ajeng ramah.
“Hai, Kak!” balas Gita dan Githa.
Kak Ajeng mengenal Githa dan Gita karena mereka sering mengikuti lomba yang
diadakan SMA Harapan Jaya. Terutama Githa, ia selalu mengikuti lomba pidato
ataupun membaca puisi dan selalu menjadi pemenang. Karena itulah, Kak Ajeng
sangat mendukung Gita dan Githa. Tentang masalah yang terjadi diantara Gita,
Githa, Tara, dan Rika, Kak Ajeng tak mengetahuinya.
Saat Gita dan Githa ingin menyapa Tara dan Rika, tiba-tiba terdengar pengumuman
dari pengeras suara yang terpasang tak jauh dari mereka.
“Untuk seluruh peserta yang mengikuti English Speech Contest, dimohon untuk
segera berkumpul di aula karena lomba akan dimulai 30 menit lagi. Terika
kasih.”
Mendengar itu, Gita dan Githa langsung mengambil nomor dan naskah pidato
mereka. Setelah itu, mereka bergegas menuju aula. Tara dan Rika mengikuti di
belakang mereka. Sedangkan Mama Lisa dan Bunda Aulia memilih untuk menunggu di
masjid yang berada di halaman depan sekolah. Kak Ajeng yang menjadi panitia,
juga mengikuti Gita, Githa, Rika, dan Tara.
^-^
Lomba akan dimulai 5 menit lagi. 90 peserta yang berpartisipasi dalam lomba
ini, dibagi dalam 9 kelompok. Itu artinya, 1 kelompok terdiri dari 10 orang.
Setiap kelompok akan menempati ruangan tertutup yang di dalamnya hanya ada 3
orang juri yang akan menilai mereka. Gita, Githa, Tara, dan Rika berada di
ruangan yang sama. Mereka akan tampil sesuai nomor urut mereka. Gita mendapat
nomor urut 87, artinya ia akan tampil pada urutan ketujuh. Tara mendapat
giliran tampil nomor 3, Rika urutan kelima, sedangkan Githa tampil terakhir.
Giliran Tara tiba. Ia maju kedepan lalu memulai pidatonya tentang kemerdekaan.
Tak lama kemudian, Rika maju dan mulai berpidato tentang lingkungan. Berselang
20 menit, Gita maju kedepan dan berpidato tentang kenakalan remaja. Akhirnya,
giliran Githa pun tiba. Saat berhadapan dengan juri, Githa tersenyum lalu
membungkuk sedikit tanda memberi hormat. Ketiga juri itu sudah hafal dengan
Githa karena ia selalu menjadi pemenang. Dengan santai, Githa memulai pidatonya
tentang hari sumpah pemuda.
Tanpa terasa, hari sudah beranjak siang. Sekaranglah saatnya mengumumkan 3
teratas yang akan memasuki babak grand final. Hasil tersebut diumumkan
di aula. Ternyata, Githa menjadi peringkat pertama. Peringkat kedua diraih oleh
Siska, murid dari SMP Bintang Jaya. Dan peringkat ketiga diraih oleh Gita.
Githa dan Gita sangat bahagia dengan keberhasilan mereka. Tanpa mereka sadari,
Tara dan Rika sangat kecewa atas hasil ini.
“Gita, Githa, kami ingin minta maaf..” ujar Tara.
“Iya, kami maafkan. Tapi jangan diulangi lagi ya?” balas Githa.
Tara dan Rika hanya mengangguk.
“Tujuan kita ikut lomba adalah untuk mencari pengalaman. Bukan mencari
kemenangan. Don’t think to be the best, but do your best!(Jangan berpikir untuk menjadi yang terbaik, tapi melakukan yang terbaik) Jadi, jangan sedih ya. Kesempatan
masih banyak kok!” ujar Gita bijak.
Tara dan Rika langsung memeluk Gita dan Githa. Ternyata, Gita dan Githa tidak
pernah sombong atas prestasi mereka. Tara dan Rika sangat menyesal pernah
membenci Gita dan Githa. Tetapi mereka sekarang sadar, tak sepantasnya mereka
membenci Gita dan Githa. Semenjak hari itu, mereka berempat menjadi sahabat dan
bahagia untuk selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar